JAKARTA – Pengembangan infrastruktur di sektor hilir minyak dan gas menjadi salah satu fokus utama PT Pertamina (Persero) pada 2018. Untuk itu, Pertamina mengalokasikan dana US$700 juta dari total investasi 2018 yang dipatok US$5,5 miliar.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina,  mengatakan persiapan dana investasi tersebut diluar alokasi untuk megaproyek kilang. Investasi di sektor downstream sangat dibutuhkan karena sebagai perusahaan migas terbesar di Indonesia, Pertamina masih tertinggal dibanding perusahaan migas negara tetangga.

“Infrastruktur harus kami bangun. Pada 2018 saya genjot di investasi,  downstream saja bisa diatas US$700 juta untuk tahun depan,” ujar Massa disela Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin malam (4/12).

Infrastruktur yang akan dikembangkan,  lanjut Massa adalah yang langsung berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat. Jika efisiensi menjadi target perusahaan maka investasi yang harus dikebut adalah kesiapan infrastruktur,  sehingga beban biaya operasional yang diakibatkan kurang tersedianya infrastruktur juga bisa ditekan.

“Ada storage, jetty, terminal BBM dan fasilitas untuk LPG,” tukas dia.

Massa menegaskan Pertamina ke depan harus bisa mengejar ketertinggalan dari perusahaan migas lain. Pertamina sudah mengkalkulasikan kebutuhan dana untuk berinvestasi dalam upaya mengejar ketertinggalan tersebut.

Untuk bisa mengejar perusahaan lain,  seperti Petronas, Pertamina memperkirakan butuh waktu paling tidak 10 tahun ke depan dengan jumlah kumulatif biaya US$120 miliar.

“Nilai investasi sampai US$115 miliar – US$120 miliar itu yang kami butuhkan dalam waktu 8-10 tahun ke depan,” kata Massa.

Lebih lanjut dia menambahkan kebutuhan investasi bisa dilihat dari beberapa proyek yang tengah dikerjakan saat ini,  seperti mega proyek pembangunan kilang. Untuk pengembangan kilang Balikpapan yang dikerjakan secara mandiri oleh Pertamina saja dibutuhkan dana paling tidak sebear US$3,6 miliar, belum lagi dengan pengembangan lapangan gas Jambaran Tiung Biru (JTB) yang membutuhkan investasi sebesar US$1,6 miliar.

Massa mengatakan dari kebutuhan teraebut  tidak seluruhnya menjadi beban Pertamina. Untuk itu strategi yang dijalankan perusahaan adalah setiap menjalankan proyek dilakukan bersama dengan partner.

Dia menjelaskan jika diproyeksikan kebutuhan investasi US$ 120 miliar maka setengahnya ditanggung dengan partner. Sehingga butuh US$60 miliar, kalau pinjaman 30% minimal sehingga yang harus disediakan dana dari kas internal sebesar US$ 18 miliar.

“Ini untuk mengejar ketertinggalan. Karena waktu saya ditugaskan kan kami sepakat Pertamina salah satu bagian ketahanan energi negara ini,” tandas Massa.(RI)